Ada berbagai jenis hama yang
menyerang tanaman pertanian, antara lain:
Wereng coklat (Nilaparvata lugens) yang menyerang tanaman padi
Walang sangit (Leptocorisa acuta) yang menyerang biji padi yang masih muda dan lunak.
Akibatnya biji padi menjadi kosong, kadang berisi tetapi isinya tidak
sempurna.
Kutu daun (Aphis sp.) yang merusak beberapa jenis tanaman
Kumbang tanduk atau wangwung (Artona cartoxantha dan Oryctes
rhinoceros) yang menyerang tanaman kelapa
Chilo
sp. Yang merusak tunas dan batang
tebu
Ulat penggerek (Tryporiza innotata) menyerang tanaman padi
Jenis hama yang berupa serangga
dapat menyerang tanaman pada stadium yang berbeda, misalnya ulat penggerek.
Ulat penggerek ini mampu merusak tanaman padi pada saat larva. Namun, ketika
pada saat menjadi kupu-kupu, ulat ini tidak lagi menjadi hama. Ulat ini
menggerek dan merusak batang kemudian menyerbu titik tumbuh padi yang sedang
disemai. Serangan ulat pada pucuk padi menyebabkan padi tidak dapat membentuk
daun baru. Akibatnya, pucuk daun menguning dan akhirnya tanaman padi mati.
2.
JENIS HAMA TUMBUHAN DARI KELOMPOK BURUNG (AVES)
Selain dari kelompok serangga, hama
yang menyerang tanaman juga berasal dari kelompok burung (aves). Umumnya,
burung menyerang areal persawahan padi secara bergerombol pada saat padi sedang
disemaikan ataupun ketika hampir masa panen. Kelompok burung yang menjadi hama
pada tanaman padi, antara lain:
3. JENIS HAMA TUMBUHAN DARI KELOMPOK
MAMALIA (BINATANG MENYUSUI)
Binatang
menyusui (mamalia) juga dapat menjadi hama tanaman. Jenis mamalia yang biasanya
menyerang tanaman pertanian, antara lain:
Bajing
(Callosciurus notatus Boddaert) yang merusak
pohon kelapa.
Codot
(Cynopterus sphink Vahl) yang gemar
memakan bunga pisang, buah pepaya dan jambu biji.
Kera
bedes (Macaca fascicularis Raffles) yang
seringkali menyerang lading ubi kayu, jagung dan padi.
Tikus
belukar (Rattus tiomanicus Miller) yang merusak
tangkai tandan buah kelapa sawit.
Tikus sawah (Rattus
argentiventer Robinson & Kloss) yang mengerat bagian pangkal
batang yang muda, makan bunga dan buah padi serta merusak persemaian
kelapa sawit.
PENGARUH
EKSTRAK DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) TERHADAP
KADAR
KALSIUM DARAH TIKUS PUTIH (Rattus Norvegicus) PASCA OVARIEKTOMI
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui proses mekanisme perubahan kadar kalsium serum akibat
pemberian ekstrak daun pegagang pada tikus strain wistar Rattus norvegicus
pasca ovariektomi. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, dua puluh
satu tikus betina, berusia tiga bulan, dan rerata berat badan dua ratus gram
telah diovariektomi. Tikus penelitian diaacak menjadi tiga kelompok, tiap
kelompok terdiri atas tujuh ekor tikus. Kelompok TO 60, dan TO 120 diberi
ekstrak daun pegagang pada hari ke 21 pasca ovariektomi dengan dosis : 60 mg,
and 120 mg/Kgbb/hari, berturut-turut per oral selama twenty days. Pada hari ke
41 pasca ovariectomy, tikus dieutanasia untuk pengambilan sampel darah. Serum
kalsium dianalisis menggunakan metode cresolphthalein. Data dianalisis dengan
One-way analysis of variance. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pemberian
ekstrak daun pegagang yang mengandung phytoestrogen tidak memberikan perbedaan
yang signifikan terhadap kadar kalsium serum pasca ovariektomi tikus.
Kata kunci: pegagang,
ovariectomy, phytoestrogen.
PENDAHULUAN
Memasuki masa menopause, wanita
tidak akan menyadari menderita osteoporosis. Osteoporosis perlahan tapi pasti
akan menyebabkan pengeroposan tulang, sehingga meningkatkan resiko kejadian
patah tulang (Gueldner et al., 2008). Menurut WHO, osteoporosis adalah penyakit
tulang keseluruhan, diikuti dengan penurunan masa tulang, gangguan struktur
tulang dan peningkatan resiko patah tulang (World Health Organization, 1994).
Osteoporosis yang berlangsung
pada wanita menopause disebabkan karena tidak diproduksinya lagi hormon
estrogen oleh ovarium (Basaria and Dobs, 2006). Diperkirakan 40% wanita dan 13%
pria pada usia 50 tahun keatas menderita osteoporosis dan memiliki resiko
tinggi kejadian patah tulang (Stevenson and Marsh., 2007).
Penelitian saat ini telah banyak
mempublikasikan manfaat dan resiko penggunaan estrogen sebagai HRT (Hormon
Replacement Therapy), terutama pada resiko penggunaan jangka panjang (Bracamont
and Miller, 2001; Cano et al., 2001; Luyer et al., 2001). Hasil penelitian
Women´s Health Initiative Group (2002), menunjukkan bahwa penggunaan estrogen
tidak menunjukkan efek menurunkan resiko penyakit jantung koroner, tetapi
menurunkan kejadian patah tulang akibat osteoporosis. Disamping itu dilaporkan
juga bahwa penggunaan estrogen jangka panjang menyebabkan peningkatan kejadian,
stroke, kangker payudara invasive, dan tromboembolisme vena.
Mengingat efek negatif penggunaan
estrogen sebagai HRT membuat dunia medis kini mengalihkan HRT kepada penggunaan
tumbuhan yang mengandung phytooestrogens. Phytooestrogens terbukti memberi efek
perbaikan terhadap penderita osteoporosis melalui efeknya meningkatkan massa
tulang. Pemakaian phytooestrogens aman untuk jangka panjang (Mario Chiechi and
Micheli, 2005).
Pegagang (Centela asiatica)
merupakan salah satu jenis flora Indonesia yang mengandung phytoestrogen. Daun
pegagang sampai saat ini sering dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan sayuran
dan obat herbal (Choeruman, 2010). Daun pegagang diketahui mengandung bahan
aktif berupa isoflavon, yang secara umum dikenal sebagai phytoestrogens (Kumar,
2006).
Ovariektomi menyebabkan
peningkatan kadar kalsium darah, yang merupakan salah satu indikator terjadinya
peningkatan proses resorpsi tulang (Nurdin dkk., 2002).
Branca (2003) menyimpulkan bahwa,
isoflavon dapat menjadi pilihan untuk mengobati osteoporosis. Mengingat
genistein mampu merangsang aktivitas osteoblast dan menghambat pembentukan
osteoclast. Isoflavon juga efektif menghambat kehilangan tulang pada hewan yang
menderita osteoporosis (Sugiyama et al, 2006).
Genistein meningkatkan pembentukan
dan pemadatan tulang (Coxam, 2003). Genistein juga menghambat sintesis dan
sekresi IL-6, sehingga berakibat menurunnya proses diferensiasi dan fungsi
osteoclast. Karena proses difrerensiasi dan fungsi osteoclast menurun
menyebabkan kalsium yang diresorpsi dari tulang akan berkurang, sehingga
berakibat turunnya kadar kalsium darah (Yamaguchi and Gao, 1998; Arjmandi,
2001; Okamoto et al., 2001; Button, 2004; Bartl and Fisch, 2009;).
Ekstraksi daun pegagang dengan
ethanol 60% dimaksudkan untuk mendapatkan bahan aktif isoflavon (Sudjadi,
1986).Penelitian tentang pengaruh ekstrak daun pegagang terhadap kadar kalsium
darah tikus putih pasca ovariektomi belum pernah dilakukan sebelumnya.
Kadar kalsium darah sangat
penting pada wanita menopause, karena dapat berfungsi sebagai indikator
terjadinya osteoporosis. Digunakannya model tikus putih (Rattus norvegicus)
ovariektomi dalam penelitian ini karena secara etis tidak memungkinkan
dilakukan pada manusia. Analoginya diasumsikan menyerupai kejadian wanita menopause.
Diharapkan dari tikus yang mengalami ovariektomi ini, akan diperoleh kondisi
menyerupai defisiensi estrogen.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka
dilakukan penelitian pengaruh ekstrak daun pegagang terhadap kadar kalsium
darah tikus putih pasca ovariektomi. Bertujuan untuk mengukur pengaruh ekstrak
daun pegagang terhadap kadarkalsium
darah yang diukur dengan metode cresolphtaelin padatikus putih pasca ovariektomi
METODE PENELITIAN
Perlakuan pada tikus betina
sebelum pemberian ekstrak daun pegagang, terlebih dahulu membuat model tikus
betina ovariektomi. Persiapan selanjutnya adalah pembuatan dan pengenceran
ekstrak daun pegagang.
Bahan dan alat penelitian yang
digunakan antara lain, Daun pegagang, n-heksan, ethanol 60%, HCL 1%, kloroform,
alat bedah, aquades, alkohol 96%, eter, xylol, gliserin, CMC NA, formalin 10 %,
serumtikus, larutan cresolphthalein,
larutan buffer, standar kalsium 10mg/dl, larutan EDTA, timbangan digital,
tabung eppendrof, pipet eppendrof, erlemeyer, centrifuge Hettich Zentrifugen
(buatan Jerman), tabung cuvvet, dan spektrofotometer spectronic 20 (buatan
U.S.A).
Pemberian ekstrak daun pegagang
kepada tikus penelitian dilakukan per oral melalui sonde modifikasi langsung ke
lambung tikus sebanyak 1,2 cc per ekornya, yang diberikan satu kali per hari
setiap pukul 15.00 selama dua puluh hari (Abkar, 2009).
Komposisi perlakuan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
TO : Kelompok tikus yang
diovariektomi tapi tidak diberi ekstrak daun pegagang. Kelompok tikus ini terlebih
dahulu dianastesia kemudian dieutanasia pada hari ke 41 pasca ovariektomi.
TO 60:Kelompok tikus yang diovariektomi. Pada hari
ke 21 pasca ovariektomi, tikus diberi ekstrak daun pegagang 60 mg/kg bb selama
dua puluh hari. Setelah hari ke 41 pasca ovariektomi tikus terlebih dahulu
dianastesia kemudian dieutanasia.
TO 120:Kelompok tikus yang
diovariektomi. Pada hari ke 21 pasca ovariektomi, tikus diberi ekstrak daun
pegagang 120 mg/kg bb selama dua puluh hari. Setelah hari ke 41 pasca ovariektomi
tikus terlebih dahulu dianastesia kemudian dieutanasia.
Sampel darah didapatkan setelah
tikus dianastesi menggunakan ketamin, darah langsung diambildari jantung melalui bagian apex sebanyak 3ml
dengan menggunakan disposable syringe 5 ml. Sampel darah tikus yang diambil
dari jantung kemudian, dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditunggu selama 10
menit hingga keluar serumnya. Kemudian serum disentrifugasi dengan kecepatan
3600 rpm, pada suhu 3ÂșC selama tiga puluh menit dengan Hettich Zentrifugen.
Selanjutnya serum dimasukkan kedalam tabung eppendrofdan disimpan di dalam lemari es pada suhu
4˚C.
Serum yang telah didapat
selanjutnya diperiksa kadar kalsiumnya dengan cara cresolphthalein (Ghowenlock,
1988).Rancangan penelitian yang
digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga
perlakuan dan tujuh ulangan. (Kusriningrum, 2008). Data akan dianalisis
statistikmenggunakan SPSS 17.0 for
windows software (SPSS, Chicago, IL, USA). Perbedaan diantara kelompok
perlakuan dievaluasi menggunakan ANOVA.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data hasil penelitian pengaruh
pemberian ekstrak daun pegagang terhadap kadar kalsium darah tikus putih pasca
ovariektomi dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Rerata kadar kalsium
(Ca) darah tikus putih akibat pengaruh ekstrakdaun pegagang pasca ovariektomi.
PerlakuanRerata danSD
Kadar Kalsium (mgCa/dl)
TO9,910,573
TO 6010,2620,099
TO 1209,9770,355
Hasil ANOVA menujukkan bahwa
pemberian ekstrak daun pegagang melalui tiga macam perlakuan dengan
masing-masing perlakuan terdiri dari tujuh ulangan pengaruhnya tidak signifikan
(p > 0,05) terhadap kadar kalsium darah tikus putih betina pasca
ovariektomi.
Hasil ANOVA menunjukkan bahwa
kadar kalsium darah tikus putih pasca ovariektomi pada TO 60 paling tinggi
meskipun tidak berbeda nyata (p > 0,05) dengan TO. Sementara itu TO 120
kadarnya lebih rendah daripada TO 60. Kadar paling rendah terdapat pada TO.
Gambaran diatas menyimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun pegagangselama dua puluh hari telah menyebabkan
meningkatnya kadar kalsium darah tikus pasca ovariektomi meskipun tidak berbeda
nyata.
Sampai sekarang, masih terdapat
perbedaan hasil tentang efek phytoestrogen terhadap kesehatan tulang pada tikus
dan manusia. Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena faktor status estrogen
dan gizi hewan coba yang digunakan (Weaver and Cheong, 2005).
Gambaran meningkatnya kadar
kalsium darah tikus pasca ovariektomi pada penelitian ini, kemungkinan dapat
disebabkan karena status estrogen pada tikus sebelum mengalami ovariektomi.
Status estrogen pada penelitian ini belum sempat ditetapkan, dalam penelitian
ini tidak mengukur kadar estrogen pada tikus sebelum ovariektomi. Keterbatasan
dana dan waktu penelitian menyebabkan dalam penelitian ini tidak mengukur kadar
estrogen tikus betina.
Penting sekali memilih tikus
dewasa kelamin untuk model penelitian ovariektomi, analoginya menopause terjadi
pada manusia dan hewan yang telah dewasa kelamin. Dewasa kelamin ditandai
apabila tulang tikus telah tumbuh sempurna yang ditandai dengan menutupnya
garis epifisis. Disamping itu dewasa kelamin juga menggambarkan bahwa fungsi
ovarium sudah sempurna yang ditandai dengan terjadinya birahi dan diikuti
dengan ovulasi. Seyogyanya dalam penelitian osteoporosis menggunakan tikus yang
sudah tergolong dewasa kelamin. Penggunaan tikus pasca ovariektomi yang masih
belum tergolong dewasa kelamin tidak akan memberikan pengaruh penurunan
produksi estrogen (Martin and Ruth, 2005 ).
Disamping itu, rendahnya kadar
estrogen dapat juga disebabkan karena kurangnya asupan gizi yang memadai
sebelum tikus diovariektomi. Kurangnya asupan gizi yang memadai dapat
mengganggu ovarium secara fungsional. Siklus ovarium dapat terganggu dan
menyebabkan hipofungsi ovarium. Hipofungsi ovarium berhubungan dengan gagalnya
sel-sel folikel menanggapi rangsangan hormonal, adanya perubahan kuantitas
maupun kualitas sekresi hormonal, menurunnya rangsangan yang berhubungan dengan
fungsi hipotalamus-pituitaria-ovarium yang akan menyebabkan menurunnya sekresi
gonadotropin sehingga tidak ada aktivitas ovarium. Hipofungsi ovarium dapat
menjadi atropi ovarium, jika asupan gizi tidak optimal berjalan lama. Atropi
ovarium menyebabkan ovarium lebih kecil daripada ukuran normal, permukaan licin
karena tidak ada pertumbuhan folikel sehingga proses reproduksi sama sekali
tidak berjalan (Hafez and Hafez, 2000).
Hasil yang diperoleh setelah
pemeriksaan kadar kalsium darah, didapatkan kadar paling tinggi pada TO 60 dan
diikuti TO 120. Kadar kalsium darah sangat penting pada menopause, karena dapat
berfungsi sebagai indikator terjadinya osteoporosis. TO adalah analogi
menopause, diharapkan dari tikus yang mengalami ovariektomi ini akan diperoleh
kondisi menyerupai defisiensi estrogen dimana kadar kalsiumnya paling tinggi.
Defisiensi estrogen dapat
menyebabkan peningkatkan produksi IL-6. IL-6 diproduksi oleh makrofag,
endotelial, fibroblast, serta osteoblast sebagai respon terhadap IL-1. IL-6
merupakan sitokin yang berperan sebagai penghantaran sinyal pada pengaturan proses
remodeling tulang. IL-6 bersama dengan IL-1 dan Tumor Necrosis Factor (TNF)
memperantarai peningkatan resorpsi tulang akibat adanya defisiensi estrogen.
Estrogen menghambat pembentukan IL-6. IL-6 memacu aktivitas osteoclast sehingga
terjadi peningkatan resorpsi tulang. Peningkatan resorpsi tulang menyebabkan
peningkatan kadar kalsium darah (Nurdin dkk., 2002).
Sementara itu hasil yang
diperoleh setelah pemeriksaan kadar kalsium darah, didapatkan kadar paling
rendah pada TO. Hasil TO yang diperoleh tidak seharusnya terjadi. Kadar kalsium
rendah pada TO kemungkinan disebabkan turunnya estrogen akibat ovariektomi,
belum merupakan rangsangan ambang untuk merangsang osteoclast aktif meresorpsi
tulang tikus putih betina pasca ovariektomi. Serum sebagai sampel kemungkinan
yang menjadi penyebab rendahnya TO. Lisisnya serum karena kesalahan dalam
perlakuan dan penyimpanan serum dapat mempengaruhi pembacaan kadar kalsium
darah.
KESIMPULAN
Pemberian ekstrak daun pegagan
(Centella asiatica) tidak berpengaruh terhadap kadar kalsium darah tikus putih
(Rattus norvegicus) pasca ovariektomi.
Keberhasilan penyuluhan pertanian
sangat ditentukan oleh keberhasilan kita dalam menyampaikan pesan atau
informasi kepada petani secara effektif. Effektif dalam artian bahwa pesan /
informasi tersebut dapat diterima petani secara tepat baik isi pesanya maupun
waktu menerima pesan tersebut.
Keberhasilan penyampaian pesan
/informasi tersebut memerlukan sarana penyampai pesan yang disebut sebagai
media. Dalam penyuluhan pertanian dapat menggunakan berbagai media petani
sesuai dengan karakteristik sasaran petaninya, lokasi, isi materi maupun
pembiayaanya. Berbagai macam media petani tersebut antara lain Leaflet/Folder,
Brosur, Kartu Kilat, Poster, Peta Singkap, Spanduk ataupun Papan Informasi. Penggunaan
berbagai media petani ini jelas akan akan membantu memperjelas jelas informasi
yang disampaikan kepada para petani. Sehingga materi penyuluhan yang
disampaikan akan lebih menarik, interaktif, mengurangi keterbatasan waktu dan
indera manusia.
Masing -masing media mempunyai
karakteristik sendiri-sendiri. Untuk tujuan yang berbeda pada sasaran yang
berbeda harus disiapkan media yang berbeda pula. Media yang lebih
menitikberatkan pada suara dan gambar akan lebih effektif pada masyarakat tani
yang memang masih buta huruf. Pada masyarakat yang berpendidikan rendah media
dengan dominan gambar lebih effektif dibandingkan yang dominan tulisanya.
a.Pemilihan Media Petani.
Berkaitan dengan itu
pemilihan jenis media petani yang akan digunakan harus di lakukan secara
seksama dengan mempertimbangkan, antara lain :
1. Tujuan yang ingin dicapai.Tentukan lebih dahulu apa
tujuan membuat media petani apakah
sekedar untuk menambah pengetahuan petani atau untukmeningkatkan
ketrampilan?
2. Keadaan sasaran yang dituju. Pembuatan media petanin
harus memperhitungkan
tingkat pendidikan petani, usia, tingkat adopsi termasuk pengalaman /pengetahuan yang
dimiliki petani.
3. Keadaan lokasi sasaran. Bagaimana lokasi sasaran
pengguna media petani tersebut harus
diperhitungkan, termasuk sarana yang ada menjadi perhatian pula.
4. Kelompok sasaran. Kelompok sasaran yang hendak dituju
harus dipetakan dengan jelas
apakah media petani tersebut untuk dipergunakan bagi petani secara perorangan atau untuk masal.
5. Mudah dibuat dan akrab. Media yang hendak dibuat harus
melihat media apa yang sudah biasa
dipergunakan dan dikenali dengan baik oleh petani di daerah tersebut
6. Biaya. Biaya pembuatan media petani diperhitungkan
dengan memperhitungkan pendanaan yang
tersedia dan effisiensi.
b.Penyusunan Media Petani.
Media petani harus didesain
dengan baik agar dapat berfungsi sebagai penyampai pesan yang effektif. Oleh
karena itu dalam penyusunan media petani ini harus memperhatikan beberapa
faktor sebagai berikut:
1. Identifikasi Sasaran.
Pelajari terlebih dahulu petani yang akan menjadi sasaran pengguna media
petani, meliputi keadaan sosial ekonomi, tingkat pengetahuan, sikap dan
prilakunya, buta huruf atau tidak, kemampuan berbahasa dan lainya.
2. Analisis Masalah.
Analisis secara cermat berbagai permasalahan yang ada di tingkat petani dan
kemudian susun prioritas pemecahanya.
3. Menentukan Tujuan. Tujuan
pembuatan media petani didasarkan pada identifikasi masalah dan analisis
masalah yang dilakukan secara partisipatif bersama-sama dengan petani.
4. Merumuskan Pesan. Pesan
yang ingin disampaikan harus disesuaikan dengan karakteristik petani, tujuan
yang ingin dicapai dan prioritasnya serta sesuai dengan keadaan sasaran. Pesan
harus disampaikan secara sederhana dan hindari penggunaan bahasa asing.
5. Uji Coba. Uji cobalah
media petani sebelum diperbanyak untuk mengetahui isi atau pesan tersebut
benar-benar menarik perhatian, bisa dimengerti, dipahami dan dibutuhkan oleh
sasaran.
6. Perbanyakan Media. Media
petani diperbanyak sesuai jumlah yang dibutuhkan.
Demikian sekilas bagaimana menyusun dan memilih
media petani yang tepat, mudah-mudahan bermanfaat.(Disarikan dari Petunjuk
Pelaksanaan Pembuatan Media Petani, Badan Pengembangan SDM Pertanian,
Departemen Pertanian, Tahun 2005)